Hal ini baru
terfikir jika alangkah lebih baiknya
jika aku menulis ini saja. Kisah hidup terindahku.
Hai, aku si Bungsu.
Aku anak ketiga dari tiga bersaudara. Aku adalah anak yang terlanjur dibuat
amat berharga oleh Tuhanku. Dan, aku menyukai itu. Hidupku.
***
Ibuku tercinta.
“Maa, aku pengen itu” pintaku merajuk
saat usiaku masih anak-anak. Aku sering kali meminta ini dan itu. Manja sekali.
Hal itu terus ku ulangi hingga aku memasuki masa remaja.
Ibu ku, tak pernah
menunda apa yang ku mau. Ia rela mengorbankan apa yang ia punya demi
membahagiakan anak-anak tercintanya. Tentu begitu, setiap ibu pasti memiliki
hati sebening embun yang berkilau secerah emas dan permata. Bahkan Ibuku, lebih
dari itu. Lebih daripada seorang ibu di muka umum. Ibuku, kau sungguh istimewa.
Si Bungsu ini
sungguh naif, bu. Si Bungsu begitu buta dengan jutaan kebaikanmu. Kasih
sayangmu yang begitu besar bahkan amat jarang terlihat di mataku. Ada apa
denganku bu? Mengapa anak bungsumu menjadi seperti ini?
Tentu harusnya aku
tahu, batapa sakit hatimu karena perkataanku. Juga harusnya aku tahu, betapa
hancurnya hatimu karena perlakuan kasarku.
Aku bingung, aku
sering melihat anak-anak sepertiku, yang tak mengerti pengorbanan orang tuanya.
Begitu keji membalas cinta ayah ibunya. Melakukan hal sekecil debu saja selalu
diingat-ingat, seolah kebaikan itu telah berbentuk. Harusnya anak-anak seperti
aku ini menyadari, bahwa itu hanya ibarat debu, kecil sekali. Bila dibayangkan
menjadi sebuah bentuk pun belum tentu terlihat. Berbeda dengan pengorbanan
orang tua.
Untuk menebus
kesalahanku, akan aku ceritakan kisah istimewa perjuangan Ibuku yang membesarkanku
dengan tangannya yang halus dan penuh keletihan. Ibu, maafkan aku... Sumimasen
14-04-2015
Bungsu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar