Bahkan ada orang tua yang keji
menyiksa anaknya, dengan tangannya sendiri. Tangan yang dulu digunakan untuk
membesarkan, kini berubah menjadi tangan untuk menyiksa.
Aku adalah anakmu, anak bungsu
kesayanganmu. Aku senang menyebut diriku dengan julukan si Bungsu Berkabut. Aku
punya banyak asap tebal. Sehingga tak satupun melihatku dari kejauhan.
Aku si bungsu, aku adalah gadis
terlantar. Ditinggalkan oleh banyak orang. Hanya karena aku memiliki sifat dia,
ayahku. Padahal aku tak pernah meminta aku terlahir sama, membawa gennya yang
kini membuatku dibenci olehnya, yang dulu membesarkanku.
Entah karma apa yang aku alami,
aku tak pernah tahu. Dan tak ingin tahu. Yang selamanya aku ketahui adalah aku
si bungsu dengan segala kesedihan. Gadis malang yang mencoba menembus dinding
kabut kehidupannya. Aku mencintai hidupku, dan aku juga mencintai keluargaku.
Tapi mereka tidak. Kami mempunyai cara hidup yang berbeda.
Aku, si bungsu dengan segala
hal menyedihkan. Menyelimuti hari dan malamku. Aku benci itu, tapi aku terbiasa
dengan itu. Mengapa aku tak bisa bangkit dari derita, atau nestapa. Ibu, kau
begitu menyayangiku. Tapi kini aku telah tumbuh besar. Kini aku berubah. Jangan
kau beri aku kasih sayang dengan cara yang sama. Ibu, aku ini anakmu. Jangan
kau teriaki dengan caci makimu, yang membuat hatiku hancur berkeping-keping
pada saat itu juga. Sungguh, mengapa kau tak mengenalku, bu. Aku ini anakmu, si
Bungsu.