reading book

reading book

Minggu, 22 Mei 2016

Peraturan Pemerintah tentang pendidikan sekarang "EDAN"?

Peraturan pemerintah tentang pendidikan sekarang EDAN?

A
da orang bilang sekarang jaman edan. Berita tentang maraknya pelaku kasus-kasus berat yang mendapat hukuman seringan-ringannya. Mulai dari pemerkosaan sekaligus pembunuhan terhadap pelajar hingga kasus di akhir penghujung mei 2016, seorang guru yang dipenjara akibat mencubit siswa.
Tahukah? Sejatinya setiap peraturan memiliki sisi positif dan negatif. Mengapa kini pendidik dilarang menggunakan hukuman fisik? Berikut beberapa alasannya ditinjau dari segi psikologi anak:

1. Anak merasa takut untuk datang ke sekolah
Anak yang melakukan kesalahan tidak harus selalu diberikan hukuman fisik. Ketika hukuman sudah melekat  ke dalam memori anak, maka anak akan cenderung menutup diri dari lingkungan (sekolah). Efeknya anak akan mulai merasa malas datang ke sekolah karena takut dihukum guru ketika melakukan kesalahan.

2. Mengurangi kasus pem-BULLY-an di sekolah
“Sekolah itu menyenangkan” kata siswa jaman 90-an. Kalau sekolah dihiasi dengan hukuman-hukuman fisik, setiap hari anak melihat hukuman fisik di sekolah. Masihkah menyenangkan? Tidak heran jika dalam memori anak terekam bahwa menghukum (fisik) orang diperbolehkan di sekolah. Maka akan marak kasus-kasus BULLYING antar siswa.
Lantas bagaimana jika seorang guru dilarang menghukum siswa. Bukankah tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik?

Betul sekali, tugas guru memang selain memberikan pembelajaran akademik, guru juga memiliki tugas untuk memberikan pendidikan moral bagi siswanya. Tidak adanya hukuman fisik di sekolah bukan berarti tidak ada lagi pendidikan moral. Lalu bagaimana caranya guru menyampaikan pendidikan moral tersebut?

CARA MENYIKAPI PENDIDIKAN MORAL DI SEKOLAH

1. Tugas guru yang paling utama adalah mencontohkan bagaimana menjadi pribadi sebaik-baiknya pribadi. Guru adalah seorang public figur bagi siswa-siswanya.
2. Menasehat dan problem solve. Nasehat itu tidak selalu (datang) ketika siswa  dalam perilaku yang tidak baik, dalam keadaan siswa yang sedang baik-baik saja pun guru diharuskan menstimulus (mengingatkan) siswa untuk tetap menjaga etika yang baik. Ajak siswa untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang mungkin dapat terjadi di kehidupan sehari-hari dan berikan beberapa pilihan jawaban untuk mengetahui opsi manakah yang lebih tepat dari penyelesaian masalah tersebut.
3. Terapkan “tiga tangga teguran”. Tegurlah jika memang siswa didapati melakukan kesalahan. Jika teguran pertama tidak dihiraukan oleh siswa, maka guru diperbolehkan untuk meminta bantuan kepada pihak ketiga (guru BK atau pemimpin) untuk menasehati siswa. Jika siswa masih melakukan kesalahan, maka lakukan teguran ketiga melalui Surat Pemberitahuan (SP) kepada orang tua siswa.

BAGAIMANA SEBAIKNYA PERAN ORANG TUA?

Surat Pemberitahuan (SP) berfungsi untuk memberitahukan bahwa siswa memiliki permasalahan yang tidak bisa ditangani hanya dari sisi Sekolah saja. Untuk itu, orang tua hendaknya mengevaluasi perilaku anak dengan beberapa tahapan, diantaranya:
1. Bertanya kepada anak tentang sebab atau alasan ia melakukan kesalahan berturut-turut
2. Datanglah ke sekolah dan minta penjelasan kepada pihak-pihak yang terlibat di sekolah
3. Lakukan tinjauan keakuratan antara penjelasan anak dengan penjelasan pihak sekolah
4. Konfirmasikan bila terjadi perbedaan penjelasan ke sekolah dengan mempertemukan anak dengan pihak sekolah untuk bermusyawarah yang tentunya dengan tujuan mencari jalan terbaik bagi anak

Akan tetapi faktualnya di lapangan tidak semulus apa yang tertulis di sini. Terkadang belum sampai masuk ke tahap musyawarah justeru emosi sudah mulai naik ke ubun-ubun. Entah emosi karena mengapa si anak melakukan kesalahan yang sama secara berturut-turut atau akibat tidak terima jika anak dituding melakukan kesalahan yang mungkin menurut orang tua adalah sebuah kewajaran. 

Untuk itu perlu disadari beberapa hal yang sebaiknya dihindari, seperti:

1. Melakukan pembelaan dengan emosi di hadapan anak.
Melakukan pembelaan secara nyata di hadapan anak akan membuat anak merasa bahwa dirinya menang. Bagi anak-anak yang memang melakukan kesalahan justeru hal ini akan membuat anak berpikir bahwa setiap kesalahannya akan selalu mendapat pembelaan dan perlingdungan dari orang tuanya. Anak akan cenderung melakukan kesalahan-kesalahan lainnya.

2. Memperkeruh suasana dengan membawa pihak-pihak yang tidak terlibat (mencampuradukan pembahasan dengan kasus-kasus yang berbeda)
kenapa anak saya yang dihukum? Temannya kemarin ngelakuin kesalahan juga ga dikasih peringatan kaya anak saya. Kan dia juga sama-sama salah
Setiap permasalahan tentunya memiliki cara penyelesaian yang berbeda. Fokuslah pada inti dari permasalahan si anak dan temukan cara-cara terbaik bagi si anak. Terkadang orang tua yang overprotektif akan membanding-bandingkan kesalahan anaknya dengan kesalahan orang lain.

3. Membawa permasalahan langsung ke ranah hukum tanpa dimusyawarahkan

Tentunya hal ini akan sangat merugikan bagi kedua belah pihak jika sebelumnya tidak dilakukan pencerahan. Karena jika sudah memasuki ke ranah hukum, maka yang bertindak untuk memproses bukan lagi antara orang tua dan guru. Jika sudah terjadi kesalah-fahaman, maka akan terlihat yang salah bisa jadi benar dan atau yang benar bisa jadi salah. Perlu diperhatikan bahwa kata “ maaf ” sudah tidak lagi bisa menjadi penyelesaian yang adil bagi hukum yang berdiri.